Ticker

6/recent/ticker-posts

Nikah Usia Dini : Solusi Keharmonisan Rumah Tangga?


Keluarga harmonis merupakan suatu impian bagi seluruh keluarga. Kehidupan yang damai tenteram, anak yang lucu dan penurut, pasangan terbaik dan masih banyak lagi. Keluarga harmonis tentu mempunyai kriteria tersendiri bagi masing-masing pasangan karena tidak ada standarisasi yang harus dilakukan.

Menurut Gunadarsa (2002), keharmonisan keluarga adalah bila mana seluruh anggota keluarga merasa bahagia. Ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan, dan puas terhadap seluruh keadaan dan keakraban dirinya (eksistensi aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial.

Sedangkan menurut Gerungan(2004) menyatakan keharmonisan keluarga akan terbentuk keutuhan dalam interaksi keluarga, bahwa di dalamnya berlangsung interaksi sosial yang wajar (harmonis) dan tidak ada sikap saling bermusuhan yang disertai tindakan-tindakan agresif. Keharmonisan keluarga adalah keutuhan keluarga, kecocokan hubungan antara suami dan istri serta adanya ketenangan. Keharmonisan ini ditandai dengan suasana rumah yang teratur, tidak cenderung pada konflik dan peka terhadap kebutuhan rumah tangga.

Keinginan menjadi keluarga harmonis juga tentu diharapkan oleh pasangan yang memilih menikah di usia dini. Mereka membayangkan hubungan tanpa adanya konflik, merasakan ketenangan dan selalu romantis. Itulah yang dibayangkan oleh semua pasangan muda. Banyak pasangan muda berpikir bahwa kalau menikah pasti akan menjadi keluarga harmonis, tidak ada masalah, tidak ada konflik, merasakan ketenangan dan selalu romantis. Namun faktanya menikah tidak selalu indah. Karena menikah berarti memasuki gerbang untuk peningkatan proses baik kedewasaan bersikap, menghadapi masalah,

Lalu muncul pertanyaan, apakah bisa pasangan berusia dini merasakan keharmonisan rumah tangga dari usia dini hingga tua? tentu sangat bisa, tetapi ada banyak proses yang harus dilalui yang tidak semudah membalikan telapak tangan.

Fenomena Nikah Usia Dini
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan sebelum mempelai berusia 18 tahun. Selain memunculkan risiko kesehatan bagi perempuan, pernikahan dini juga berpotensi memicu munculnya kekerasan seksual dan pelanggaran hak asasi manusia.

Pernikahan anak adalah pernikahan yang dilakukan sebelum mempelai berusia 18 tahun. Selain memunculkan risiko kesehatan bagi perempuan, pernikahan anak juga berpotensi memicu munculnya kekerasan seksual dan pelanggaran hak asasi manusia.
Pernikahan dini dianggap dapat mengurangi perzinahan, tetapi faktanya pernikahan dini lebih banyak membawa kemadharatan, organ reproduksi yang tidak siap, kemiskinan, penelantaran, perceraian, dan pertaruhan sumber daya manusia Indonesia

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinanmengatur batas minimal usia untuk menikah. Di mana pernikahan hanya diizinkan jika laki-laki dan perempuan sudah mencapai usia 19 tahun. Usia ideal perkawinan versi Undang-Undang Perkawinan yang terbit tahun 1974 adalah 21 tahun.

Namun menurut penulis bagi pasangan yang menikah baru berusia di bawah 22 tahun merupakan masih dalam kategori usia dini. Karena memang masih dalam masa mencari jati diri. Terutama jika mempelai lelaki yang berusia di bawah 22 tahun.

Trend nikah di usia dini, usia remaja dan usia setelah lulus sekolah sangat menggema ketika Booming gerakan Indonesia tanpa pacaran. Banyak sekali yang mengaku hijrah serta ingin menikah muda, bahkan baru mengenal sebulan langsung melakukan akad.

Pernikahan dini dianggap dapat mengurangi perzinahan, tetapi faktanya pernikahan dini lebih banyak membawa kemadharatan,
Organ reproduksi yang tidak siap, kemiskinan, penelantaran, perceraian, dan pertaruhan sumber daya manusia Indonesia

Data BPS menyebut satu dari empat anak perempuan di Indonesia telah menikah pada umur kurang dari 18 tahun pada 2008 – 2015. Berdasarkan data penelitian Pusat Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia tahun 2015, terungkap angka perkawinan dini di Indonesia peringkat kedua teratas di kawasan Asia Tenggara. Sekitar 2 juta dari 7,3 perempuan Indonesia berusia di bawah 15 tahun sudah menikah dan putus sekolah. (tempo.co, 2019).

STOP Pernikahan Dini
Banyaknya jumlah pernikahan dini juga berdampak pada angka perceraian yang tinggi, Kasus perceraian tertinggi di Indonesia terjadi di usia 20 sampai 24 tahun. Panjang waktu pernikahan pun tidak sampai lima tahun. menurut Pelaksana Tugas Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BBKBN) Sigit Priohutomo Tinggi angka perceraian diduga karena pernikahan dini yang mana mereka belum siap membina rumah tangga (Bkkbn.go.id, 2018).

Jika ingin menjadi keluarga yang harmonis, tentu pernikahan usia dini harus dihentikan. Karena bagaimanapun kesiapan psikologis pasangan yang masih labil menyebabkan angka perceraian yang cukup tinggi.

Faktor usia serta pendidikan juga mempengaruhi keharmonisan dalam berumah tangga. Sudah saatnya masyarakat dan juga anak anak muda tidak tergiur dengan gerakan nikah muda. Terlihat menyenangkan di awal namun tidak dipastikan menyenangkan di akhir karena tidak melalui proses pemahaman satu sama lain. 

Sabar untuk Kehidupan Lebih Baik
Bagi anak muda dan remaja pasangan yang ideal adalah pasangan yang peka, perhatian, peduli serta tanggung jawab. Namun di balik itu semua usia muda juga masih merasakan kebosanan sehingga bisa terjadi perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga yang berujung perceraian jika menikah berusia di bawah 22 tahun.

Lalu berapa usia ideal menikah? Sebuah studi terbitan Journal of Social and Personal Relationship tahun 2012 mengatakan bahwa 25 tahun adalah batas usia paling ideal untuk menikah. Sementara itu, Biro Sensus AS tahun 2013 melaporkan bahwa usia ideal menikah adalah mulai usia 27 tahun untuk perempuan dan 29 untuk si pria.

Pada umumnya dapat disimpulkan bahwa usia ideal menikah terbaik adalah sekitar 28-32 tahun. BKKBN sendiri menilai usia ideal menikah untuk perempuan Indonesia seharusnya minimal 21 tahun. (hallosehat.com, 2020)

Daripada menikah usia dini, lebih baik mencari bekal menyiapka diri memiliki banyak skill dan pengetahuan. Nah, ini pilihan saya, membangun komitmen bersama sambil menjalankan proses ta’aruf, namun tetap memperhatikan rambu yang ada. Karena keluarga harmonis akan terwujud jika pasangan sudah saling mengenal dan memahami satu sama lain.

Jika pernikahan dilakukan usia dini dan juga tergesa-gesa maka tidak akan menjamin keawetan dalam berumah tangga walau tidak sedikit yang berhasil melewati proses tersebut. Bagaimanapun pernikahan adalah menyatukan dua insan beserta seluruh keluarga besarnya sehingga bisa saja terjadi gangguan saat perjalanan setelah menikah.

Menyelesaikan gangguan tersebut harus memiliki psikologis yang siap dan juga tidak labil. Sehingga terhindar dari resiko-resiko perceraian dan tidak semua bisa melakukannya saat usia di bawah 22 tahun.

 

Sumber: Rahma.id

loading...

Posting Komentar

0 Komentar