Ticker

6/recent/ticker-posts

Menyederhanakan Standar Kebahagiaan

 

Hai Sobat, semoga kalian semua dalam keadaan baik-baik saja.

Bahagia itu kata sederhana yang kalau dijabarkan jadi nggak sederhana lagi. Bicara bahagia emang nggak ada habisnya. Kebahagiaan adalah candu dan sebagian besar kebahagiaan lahir dari nafsu manusia. Semakin nafsu menjadi-jadi untuk diikuti, semakin bahagialah katanya. Tapi benarkah seperti itu? 

Sekali Candu Tetap Candu
Hakikat nafsu manusia adalah tidak pernah ada habisnya. Sekali nafsu dilayani terus menerus, akan jadi layaknya jangkar yang akan mengikat kita masuk ke lubang yang sangat dalam. Lubang yang tak berujung, ya seperti itulah nafsu manusia. Nafsu tidak akan pernah terpuaskan karena selalu ada lagi, ada lagi hal lain yang ingin dipenuhi.

Padahal untuk menjadi bahagia apa kita harus selalu mengikuti hawa nafsu?
Jawabannya tentu tidak, apa yang membuat kita bahagia tergantung standar yang ditentukan oleh diri kita sendiri. Kebahagiaan adalah pilihan. Mau bahagia yang bagaimana juga tergantung kita.

Perasaan bahagia cenderung menyenangkan dan membuat hati kita tentram. Berbeda jauh dengan cemas dan gelisah. Bahagia mengajarkan kita bagaimana tak perlu khawatir tentang apa yang terjadi dalam hidup. Bahagia itu ketenangan yang kata orang mulai mahal harganya. 

Syukur dan Bahagia
Dalam Islam kita mengenal yang namanya syukur. Syukur itu puas atas apa yang
diberikan Allah Swt, banyak ataupun sedikit . Merasa cukup atas yang diberikan-Nya membuat kita tak cemas tentang hari esok. Kita nggak punya alasan  lagi untuk mengeluh atas apa yang terjadi dalam hidup.
Allah swt pernah menjanjikan barang siapa yang bersyukur maka dia akan bahagia. So, sebenernya konsep bahagia ini sangat dekat dengan syukur. Syukur menjadi kunci kebahagiaan hidup di dunia.

Kita semua pasti pernah diterpa ujian-ujian hidup yang kayaknya kok berat banget bikin kita ga sanggup bertahan hidup. Tapi kembali lagi, setiap kita inget Allah rasanya tuh kayak lagi di kasih tau gitu, “Kamu yang sabar ya, ujian ini nanti bikin kamu tambah hebat, bijak, dan jadi orang yang lebih baik,”. Yang kadang-kadang habis itu jadi mewek sendiri inget kalau kita nggak sendirian ngadepin ujian hidup.Ada berapa banyak orang di luar sana yang juga ngalamin hal yang sama. Yang mungkin 

kondisinya jauh lebih sulit lagi dari pada kita. Itu yang bikin kita inget lagi bahwa kita harus bersyukur sama apa yang Allah swt kasih. Allah swt dan rencananya nggak mungkin salah. Dia tau apa yang bener-bener kita butuhkan. Allah Swt akan membersamai hambanya di segala kondisi. 

Pilihan dan Tanggung Jawab Kita
Bahagia itu mudah untuk kita pilih kok. Saat ada pilihan memilih bahagia kenapa kita nggak mau ambil? Kenapa kita justru tenggelam dalam kesedihan? Atau kebimbangan antara bahagia dan sedih.
Kita berhak bahagia, dan jangan sekali-kali memberikan kendali bahagia itu ke orang lain. Kebahagiaan telah menjadi tugas diri kita masing-masing. Orang lain tidak memiliki kendali atas apa yang membuat kita bahagia. Kenapa gitu?

Sekali kita memberikan kendali bahagia di orang lain, maka sebetulnya diri kita nggak akan benar-benar bahagia. Mereka adalah manusia yang sejatinya penuh dengan ketidaksempurnaan yang mana mereka tak mungkin akan selalu membahagiakan kita. 

Menyederhanakan Standar Bahagia
Sejatinya menyederhanakan standar kebahagiaan itu penting. Terkadang kita terlanjur terlena dengan ekspektasi hidup yang kita punya. Tapi ekspektasi kita tidak sesuai dengan kenyataan, inilah yang mengganggu kesyukuran kita.

Bersyukur bukan berarti pasrah dengan keadaan yang ada. Bersyukur artinya kita menggunakan apa yang kita bisa sekarang untuk hidup sebaik-baiknya. Contohnya saja, kita menggunakan tubuh kita yang sehat untuk bekerja, dengan bekerja kita bisa makan, dengan makan kita bisa kenyang dan dari sanalah tercipta bahagia itu.

Bersyukur juga bukan berarti diam saja pasrah atau menengadahkan tangan. Bersyukur adalah menggunakan segala kemampuan yang kita punya untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya. Bukankah itu seharusnya membuat kita bahagia?

Kita bisa menghidupi diri sendiri, melindungi diri sendiri, mengurusi diri sendiri, membantu orang lain, menjadi bermanfaat bagi lingkungan dan sebagainya. Setidaknya kita masih punya kesempatan untuk membuat hidup kita jadi lebih baik dan bermakna dengan kemampuan kita sendiri. Berbahagia menjadi orang yang merdeka. 

Hidup dengan Prinsip yang Kuat
Dikutip dari buku Bibir Tersenyum Hati Menangis karya Muhammad Muhyidin, prinsip adalah kemauan yang harus dipegang teguh. Seperti prinsip seorang muslim yang memegang teguh Al-Qurán dan as-sunnah. Dalam keseharian dua landasan ini dipegang teguh. Maka sejatinya seorang muslim adalah yang hidup dengan cahaya Islam yang menyinarinya.

Sementara jika orang hidup tanpa punya prinsip yang jelas, kehidupan akan mengombang-ambingkannya. Dia akan dibuat bingung oleh pilihan-pilihan didepannya. Orang yang tidak punya prinsip selalu menyalahkan keadaan luar atas kegagalan dan kegetiran yang dialaminya sendiri.

Sedangkan orang yang memiliki prinsip akan menyambut kegagalan dan kegetiran itu sama bahagianya dengan keberhasilan dan manisnya kehidupan. Kalau hidupnya saja terombang-ambing begitu, bagaimana mau bahagia?

Jangan biarkan kita menyesal dengan menerima kebangkrutan hidup hanya karena tidak memiliki prinsip. Sebab jangan mereka yang tidak punya prinsip, mereka yang punya prinsip sekalipun sangat berpotensi menjalani hidup secara amburadul, mengapa? Sebab prinsip hidupnya ternyata keliru.

“Atau Kami memperlihatkan kepadamu (azab) yang telah Kami ancamkan kepada mereka. Maka sesungguhnya Kami berkuasa atas mereka. Maka berpegangteguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.” (Qs. Az-Zukhruf : 42-43)
Bahagia dengan Sederhana

Kalau ada kondisi di mana Sobat ngerasa nggak bahagia, kamu mungkin bisa bertanya kepada diri sendiri. Apa alasan aku nggak bahagia? Apa aku terlalu bernafsu mengejar semua standar kebahagiaanku?

Langkah pertama untuk bahagia tentunya dengan menyederhanakan standar kebagiaan kita. Kemudian mencintai diri kita sendiri apa adanya. Selesaikan urusanmu dengan dirimu sendiri terlebih dulu agar bahagia. Setelah itu, baru pikirin deh gimana caranya buat orang lain bahagia juga tanpa mengurangi nilai-nilai yang kamu yakini.

Selamat berbahagia ya Sobat! 

Sumber: Rahma.id

loading...

Posting Komentar

0 Komentar