Ticker

6/recent/ticker-posts

Bagaimana Jika Perempuan yang Jatuh Cinta?

 

Sobat, apa kabar hari-hari Syawalmu? Jangan lupa puasa Syawalnya ya. Di Syawal yang berbeda ini, apakah Sobat masih sendiri? Kalau iya, yuk kita ikhtiar lagi, persiapkan diri lagi, dan juga refleksi untuk diri sendiri.

Pada kesempatan kali ini, rahma.id akan merespon beberapa pertanyan tentang perempuan dan pernikahan. Pertanyaan ini akan dijawab oleh Rita Pranawati, Wakil Ketua Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang membidangi pengasuhan dan mendalami permasalahan tentang bagaimana keluarga belum berhasil mengatasi konflik.

Bertahun-tahun, beliau juga menjadi tim pelatihan bimbingan perkawinan Kementrian Agama Republik Indonesia yang menjadi fasilitator bagi kepala-kepala KUA se-Indonesia yang akan melakukan bimbingan perkawinan.

Pertanyaan yang masuk ke redaksi rahma.id ini, dari seorang perempuan yang berdomisili di salah satu  kota di Jawa Barat.

***

Pertanyaannya:
Ibu, saya perempuan, usia saya saat ini 25 tahun. Sebenarnya sudah ada laki-laki yang mendekat kepada saya, bahkan beritikad meminang saya, namun sampai sekarang saya masih melajang atau belum mengambil keputusan. Saya juga pernah membuka hati, tetapi tetap tidak ada rasa. Karena memang sudah ada seseorang yang telah berkesan di hati. Setiap orang pasti memiliki perasaan dan kecenderungan. Saya mengenalnya, kita pernah sekali berbincang tentang rencana kehidupan. Sekalipun saya aktivis perempuan, tapi saya merasa tak lazim perempuan menyatakan perasaan kepadanya. Padahal saya sangat mengharapkannya menjadi jodoh saya.

Apa saya perlu mendoakan dan memintanya sepanjang malam? Seperti yang dilakukan kebanyakan teman saya, atau saya menerima perjodohan.

Bagaimana juga dengan keinginan orang tua yang menghendaki saya tidak tinggal jauh dengan mereka? Karena saya anak perempuan satu-satunya.

Lalu, bagaimana dengan mimpi dan cita-cita saya saat sudah menjadi seorang istri? Saya masih ingin melanjutkan studi lanjut ke luar negeri.
Jawaban:

Rasa suka dan perasaan tertarik adalah hal yang wajar. Apalagi jika orang yang kita sukai, semua kriteria baik ada pada dirinya. Jika memang niat kita adalah ingin menikah, hal yang pertama, yang harus kita lakukan adalah merefleksi diri kita sendiri. Apakah itu nafsu, suka saja, atau sebuah ketulusan. Dan ketiga hal tersebut adalah sesuatu yang berbeda.

3 Komponen Membangun Keluarga
Ada tiga komponen dalam membangun keluarga, yaitu komitmen, kenyamanan secara emosi dan ketertarikan atau hasrat. Dalam Islam, kriteria memilih jodoh adalah karena parasnya, keturunannya, dan juga hartanya. Akan tetapi, yang paling utama adalah karena agamanya. Harta bisa hilang, paras yang elok bisa rusak, begitu pula nasab atau keturunanya. Agama menjadi bekal yang penting, menjadi karakter, dan panduan untuk perbuatan sehari-hari.

Sobat, calon yang ideal tidak melulu soal mapan secara pekerjaan dan penghasilan. Dia juga, orang yang punya potensi untuk selalu mengajak kepada kebaikan. Potensi mengembangkan diri, dan memiliki daya juang untuk survive menjalani hidup.

Ketika melihat seseorang yang diharapkan, jangan hanya melihat sisi nyamannya saja. Lihatlah juga seberapa besar kesiapannya membersamai kita dalam suka dan duka. Karena melewati masa bahagia bersama itu mudah, semua orang dapat melakukannya. Namun, tidak semua dapat melewati masa-masa sulit bersama seperti halnya melewati masa bahagia.

Pasangan harus banyak berdiskusi, tentang harapan masing-masing untuk merumuskan harapan bersama.

Menyuarakan Isi Hati Perempuan
Perempuan menyuarakan isi hatinya, apakah itu penting? Apakah itu tabu? Jawabnnya adalah tidak. Apabila suka kepada seseorang, tapi tidak pernah diungkapkan, nanti bisa menyesal seumur hidup lho… Mengutarakan isi hati bukan suatu masalah. Setelah berikhtiar menyuarakan isi hati, tinggal menunggu hasilnya diterima atau ditolak.  Tak perlu merasa rendah diri jika ditolak, yang penting kita sudah istikharah sebelumnya.

Salah satu syarat istikharah adalah ikhlas. Ikhlas itu tidak meminta Allah agar dia berjodoh dengan kita.

“Ya Allah, sepertinya si Fulan adalah calon yang baik untuk menjadi pasangan hidup dunia akhirat, apakah itu baik menurutMu ya Allah? Berikanlah hamba petunjuk.  Kalau menurutMu baik, Ya Allah. Maka dekatkanlah, tetapi kalau dia tidak baik untukku menurutMu Ya Allah, maka jauhkanlah.”

Seperti itulah contoh meminta petunjuk tentang pasangan kepada Allah. Karena baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah.

Tulus dan ikhlas dengan  tidak memaksa Allah menjodohkan kita dengan pilihan kita. Artinya jika masih ada keinginan bahwa saya harus dapat dia, tandanya belum ikhlas. Jadi, berdoalah.

“Ya Allah kalau dia baik bagiku maka dekatkanlah, kalau tidak maka jauhkanlah.” Itulah tulus dan ikhlas, serta mengikutsertakan Allah dalam keputusan yang akan menjadi mitsaqon ghalidzan atau perjanjian yang agung antara kita dan pasangan.

Jadi, setelah yakin ya diperjuangkan saja. Itu hal yang wajar, dan berlaku bagi semua, baik laki-laki maupun perempuan.

Orang Tua Ingin Kita Tetap Dekat
Berkaitan dengan harapan orang tua, agar kita tidak tinggal jauh dengan mereka, sebenarnya dapat diobrolkan secara baik-baik. Bicarakan kondisi kita pada calon pasangan, ungkapkan pula harapan dan asa kita kepada orang tua. Insyaallah akan ada jalan keluar yang terbaik ketika kita mampu menyampaikannya dengan baik.

Menikah itu untuk mendapatkan kebahagiaan, bukan karena tertekan atau terpaksa oleh banyak alasan. Tempat tinggal bukanlah hal yang pokok, di mana pun berada kita masih tinggal di bumi Allah. Maka dari itu kita harus memiliki plan A, plan B dan seterusnya.

Diskusikan Semua Keinginan dengan Pasangan
Sebelum menikah, ceritakan semua harapan dan cita-citamu kepada pasangan. Ada asaku, asamu dan apa yang akan menjadi asa kita. Kemudian kedua belah pihak mampu bernegosiasi dan berdiskusi untuk bersama-sama memutuskan akhirnya. Sehingga tidak ada jet lag atau kekagetan setelah menikah.

 Ikuti kelas menulis secara gratis

Sumber: Rahma.id

Posting Komentar

0 Komentar